Weekly post

  • Jadwal kegiatan HUT Tulungagung ke 809


    Berikut jadwal acara dan kegiatan dalam rangka hari jadi Kabupaten Tulungagung ke 809:
    - 23 Oktober sampai 9 November "Tulungagung Expo" Lap. Pasar Pahing, Bintang tamu OM Sonata, OM Palapa, OM Nirwana, OM Scorpio dll
    - 1-3 November "Festival Budaya dan Pariwisata Tulungagung" GOR Lembupeteng
    - 2 Nopember 08.00 "Road Race" Jl A Yani Timur (Depan Pemkab)
    - 6-7 November 07.00 "Prosesi Jamasan Kyai Upas" Pendopo Kanjengan
    - 7 November "Festival Band SMA/SMK" Lap Beta Tulungagung
    - 8 November "Musicology Alter Ego" spesial guest star Band Superman Is Dead (SID) dan Saint Loco Stadion Rejoagung
    - 9 November "Lomba Burung Berkicau Bupati Cup" Hutan Kota
    - 9 November 12.30 "Pentas Seni Tradisional Tiban" GOR Lembu Peteng
    - 11-13 November "Kontes Pameran Ikan mas koki dan Lomba memancing" Dinas Kelautan
    - 11-13 November 08.00 "Festival Karawitan dan Tetembangan" Sanggar Bhakti
    - 12-16 November "Badminton Bupati Cup" GOR tri dharma dan GOR sembung
    - 15 November "Bazar Pelajar antar SMA/SMK" Lapangan BETA Tulungagung
    - 15 dan 22 November 19.00 "Lomba Keroncong" Balai Budaya Alun-alun
    - 16 November 06.00 "Adventure Trail" Bukit Srabah
    - 16 November 08.00 "Drag Bike" Jl A Yani Timur (Depan Pemkab)
    - 18 November 08.00 "Arak-arakan Bersih Nagari Kirab Panji" start hal pemkab finish pendopo
    - 22 November 08.00 "Gerak Jalan Napak Tilas" Pasar Kliwon Kalangbret-Pendopo.
    - 22 November 07.00 "Parade Drumband TK se Tulungagung" Hal Pemkab
    - 23 November 19.00 "Pertandingan Tinju" Jl Antasari
    - 23 November 08.00 "Adventure/Jambore Motorcross" Tanggunggunung
    - 23 November 10.00 "Festival Jaranan" GOR Lembu Peteng
    - 11 Desember 08.00 "MTQ" Masjid Al Munawar Alun-alun

    1 komentar:

  • Menjadikan alun-alun Tulungagung sebagai taman kreativitas

    Seperti inilah suasana alun-alun Tulungagung, atau yang dikenal dengan sebutan Taman Kusuma Wicitra. Kesan asri, hijau, rindang, dan  menyejukkan akan terucap dalam hati setiap orang yang singgah di sini. Hampir setiap hari libur atau malam panjang, alun-alun ramai pengunjung. Sekedar santai, atau sedang melakukan aktivitas lain seperti olah raga, bermain, atau pun berlatih sesuatu.
    Saya hanya membayangkan, alangkah senangnya seandainya orang yang berkunjung ke tempat ini tidak hanya sekedar kongkow-kongkow, menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih untuk bersantai sambil cuci mata menikmati pesona taman ini, tetapi juga diarahkan agar mereka dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang lebih produktif dan bermanfaat bagi orang lain sesuai dengan potensi dan kreativitas yang mereka miliki.
    Caranya dengan menyediakan beberapa sarana penunjang yang memungkinkan mereka (pengunjung) dapat mengekspresikan segala potensi dan kreativitas yang dimilikinya di tempat ini.Dan itu harus melibatkan campur tangan pemerintah daerah setempat dan ihak-pihak terkait yang berkepentingan.
    Untuk mengakomodir mereka yang punya potensi di bidang IT dan melek teknologi, perlu dibangun fasilitas hotspot gratis dan beberapa perangkat komputer lengkap dengan segala acessories yang dibutuhkan, sehingga orang yang datang ke alun-alun tujuannya sambil nge-net, pada menenteng laptop atau komputer tablet, atau yang tidak punya laptop bisa menggunakan fasilitas komputer yang tersedia di sana.
    Dengan demikian, alun-alun tidak hanya sekedar taman yang untuk dinikmati keindahannya, melainkankalau bisa juga menjadi ajang tongkrongannya mereka-mereka yang punya ide-ide cemerlang dan kreatif untuk selanjutnya saling berbagi ilmu dan sharing pengetahuan satu sama lain dan bila perlu didorong untuk berlomba mengembangkan atau mengelola sebuah project teknologi informasi semacam website, media teleconference yang dapat memungkinkan warga dapat menjalin komunikasi dengan kerabat sedang berada di luar daerah atau di luar negeri (seperti TKI/TKW) dengan ditampilkan pada layar lebar kaya “Nobar”,  atau bentuk teknologi informasi yang inovatif lainnya yang sekiranya dapat  bermanfaat bagi  masyarakat serta dalam rangka  mempromosikan Tulungagung di dunia maya.
    Untuk anak-anak yang hobi musik, theater, nge-band, perlu disediakan panggung hiburan yang dapat dipergunakan untuk mementaskan kebolehannya sambil untuk menghibur masyarakat yang mengunjungi alun-alun. Segala sarana dan prasarana yang diperlukan semuanya disediakan secara gratis oleh dinas terkait yang mebidanginya. Anggaplah semua biaya yang dipergunakan untuk membiayai pementasan tersebut, sebagai bentuk pengeluaran pemerintah setempat dalam rangka menyediakan layanan publik yang menghibur dan mendorong kreativitas seni anak-anak muda di Tulungagung.  Pengeluaran pemerintah menjadi tidak sia-sia karena dipergunakan untuk memberikan hiburan kepada warga sekitar, dan ekpresi anak-anak muda kita menjadi lebih terarah ke hal-hal yang lebih positif dan bermanfaat.
    Satu lagi, anak-anak muda yang berbakat mengajar, atau punya latarbelakang kependidikan apapun dan punya naluri mengajar, atau siapalah yang kepengin mengabdikan dirinya untuk berbagi ilmu dengan anak-anak muda yang lainnya, khususnya yang sudah putus sekolah, ada baiknya jika mereka diberdayakan. Buat semacam sekolah/kursus secara terbuka, beri kesempatan orang-orang berbakat untuk sharing ilmu kepada anak-anak lain yang kurang beruntung, Dinas terkait tinggal menyedikan sarana-prasrana penunjangnya, seperti papan tulis, komputer, proyektor, alat-alat peraga yang diperlukan untuk mengajar. Anak-anak yang berbakat direkrut untuk menjadi pematerinya/pengajarnya, dan mereka diberikan honor sepantasnya sebagai bentuk penghargaan atas sumbangsihnya mengajarkan anak-anak yang lain yang belum punya kesempatan melanjutkan ke sekolah formal. Anak-anak kurang mampu atau yang putus sekolah  ditawarkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan paket pelatihan ketrampilan, pendidikan singkat atau pelatihan lainnya yang sekiranya bermanfaat untuk membekali mereka, mengembangkan pengetahuan mereka, agar kelak bisa mandiri. Kegiatan tersebut bisa diselenggarakan di ruang terbuka di area Taman Kusuma Wicitra atau memanfaatkan ruangan-ruangan tertutup disekitar alun-alun seperti ruang aspirasi yang berada di kompleks DPRD atau di Balai Rakyat  agar tidak terganggu dengan kebisingan pengunjung yang lainnya.
    Coba kalau pemikiran seperti di atas bisa diwujudkan, orang yang datang ke alun-alun bisa diarahkan untuk hal-hal yang lebih positif, lebih produktif, dan berfikir kreatif. Mereka datang kesana tidak hanya untuk sekedar cuci mata, nongkrong, ngerumpi ngalor ngidul atau melakukan aktivitas-aktivitas  yang kurang bermakna. Dengan sedikit sentuhan saja, alun-alun kebanggaan warga dan pemda Tulungagung ini nantinya bukan tidak mungkin akan menjadi ajang untuk mengasah ilmu, mengasah kreativitas dari anak-anak yang berbakat, punya dedikasi untuk mengabdi dan berbagi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang lain. Tentu tidak terlalu sulit jika ada kemauan untuk mewujudkannya. Tulungagung tentunya punya banyak anak-anak berpotensi dan berbakat di luar sana.  Jika mereka tidak diberikan kesempatan dan diberdayakan untuk ikut memikirkan masa depan Tulungagung, akan sangat disayangkan.
    Saatnya para anak muda Tulungagung mengekspresikan ide-ide cemerlang  yang kalian miliki, untuk berbagi sesuatu yang akan bermanfaat untuk masyarakat lain dan memajukan kota kita tercinta, Tulungagung.
    Jadikan alun-alun kita, sebagai tempat lesehannya orang-orang yang berbakat mengekspresikan potensi yang dimilikinya dan membagikan kepandaiannya untuk kebaikan bersama, orang-orang yang ingin belajar serta memiliki orientasi jauh ke depan orang-orang yang mampu  menelorkan ide-ide cemerlangnya, dan bermimpi mewujudkannya menjadi sesuatu yang bermanfaat buat orang lain, khususnya buat membangun masyarakat Tulungagung.
    Salam Guyub Rukun
    (Dimuat ulang  dari blog pribadi  http://mimpitulungagung.blogspot.com/)
    foto-foto koleksi pribadi…



    >> kompasiana

    2 komentar

  • Angkringan, dari Jogja ke Tulungagung


    Kemunculan tiga warung kaki lima "angkringan" di Kota Tulungagung mendapat sambutan antusias dari masyarakat sekitar.

    Meski belum menimbulkan efek "keramaian" yang fenomenal, kehadiran tiga angkringan atau lebih dikenal dengan sebutan "warung sego kucing" itu cukup menarik perhatian banyak pihak di Kota Marmer.

    "Rasanya seperti sedang di Yogyakarta lagi. Faktanya, masih banyak pengunjung angkringan yang menyampaikan respek mereka terhadap keberadaan warung yang menjadi salah satu ikon atau ciri khas kehidupan sosial di daerah sepanjang Solo-Yogyakarta tersebut.

    Selain di jalan raya jurusan Tulungagung-Kediri, dua warung angkringan lain teridentifikasi Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru dan di jalan lingkar Tulungagung-Trenggalek, tepatnya di Desa Boro, Kecamatan Ngantru.

    Tidak hanya gerobak angkring terbuat dari kayu jati yang menjadi ciri khas angkringan Yogyakarta yang didatangkan secara khusus ke Tulungagung, tetapi hampir seluruh ornamen, peralatan, bahkan seluruh menu makanan dibuat sama persis dengan produk aslinya.

    Satu-satunya yang membedakan antara angkringan yang ada di Jawa Tengah dengan yang sekarang ada di Tulungagung adalah menu minuman kopi.

    Angkringan di daerah Jawa Tengah yang masyarakatnya memang tidak memiliki tradisi "ngopi", biasanya sajian kopi dibuat dalam gelas berukuran jumbo atau semijumbo, dengan kwalitas rasa yang rendah.

    Sementara warung angkringan yang saat ini ada di Tulungagung, sajian kopi disuguhkan kepada pembeli dalam wadah gelas berukuran kecil dengan kwalitas rasa lebih baik, mengikuti selera rasa masyarakat lokal yang memang memiliki tradisi "ngopi" atau "nyethe" setiap hari. 


    >> seputartulungagung

    1 komentar:

  • 1 komentar:

  • Kerajinan Lantai Marmer warna Hitam (Andesit)

    Lantai marmer yang terbuat dari batu andesit ini berwarna hitam. Sangat unik dan mewah. Marmer Tulungagung yang bewarna hitam ini banyak sekali diminati orang karena keindahannya.

    Lantai marmer ini merupakan produk khas dari Tulungagung. Sudah sampai mancanegara karena memang kualitas dan keindahannya tak bisa diremehkan. Lantai marmer ini tak hanya unik dan mewah, tapi juga memiliki sifat yang sama dengan produk lantai marmer sebelumnya, yaitu membuat ruangan menjadi lebih sejuk dan nyaman karena sifat alami batu alam.

    1 komentar:

  • Sejarah Kerajinan Marmer


    Pada waktu Sekolah dulu saya masih teringat ketika mengikuti lomba karya Tulis Ilmiah Pelajar seKabupaten Tulungagung, aku menulis tentang Karya Tulis Ilmiah bidang sosial ,yakni tentang "Sejarah Perkembangan kerajinan marmer di Desa Campurdarat dan sekitarnya" sehingga pada waktu itu aku memperoleh juara satu sekabupaten Tulungagung, mengalahkan sekitar 25 sekolahan lainnya yang cukup bergengsi dikota kecilku....saya ingat-ingat saja..kalau ada yang salah mohon diluruskan...

    Sejarah perkembangan marmer di Tulungagung diawali dengan ditemukannnya lokasi pertambangan marmer oleh para penjajah Hindia Belanda sekitar tahun 1934, Lokasinya adalah di sekitar desa Besole,Kecamatn Besuki.Pada waktu itu sejarah Kota Tulungagung mencatat wilayah ini sebagai " Underdistrict Wajak" dan dulu sudah sering tercatat bahwa pertambangan Marmer itu letaknya di Desa Wajak Tulungagung,sehingga ada kalanya orang lawas menyebut bahwa desa penghasil marmer itu adalah desa Wajak.Setelah terjadi pemekaran sekitar tahun 1972, Desa Besole ini menjadi bagian tersendiri dan ikut dalam Kecamatan Besuki, demikian juga beberapa desa-desa lain di Kecamatan Campurdarat dan sekitarnya , membentuk kecamatan tersendiri,dan bukan lagi termasuk dalam " Underdistrict Wajak" jadi kalau anda adalah orang Kelahiran dibawah tahun 1972 selalu mengatakan bahwa Tambang marmer diTulungagung itu terletak di " desa Wajak "

    GENERASI PERTAMA
    Pada waktu tahun 1934 itu Hindia Belanda mendirikan sebuah peroesahaan ...kayak persero atau BUMN saat ini,namanya saya lupa...akhirnya berkembang-berkembang sampai ditahun 1970-an berganti nama IMIT singkatan Industri Marmer Indonesia Tulungagung...ini adalah perusahaan marmer pertama di daerah Tulungagung.
    Kemudian industri ini berkembang sebagai dampak disekitar pabrik, yakni pemanfaatan limbah pabrik kala itu,berupa butiran-butiran marmer yang disebut sebagai "traso" diskala usaha perumahan saja. Traso ini dibuat dari butiran-butiran kecil marmer yang berukuran dibawah 1 CM saja.Pada waktu itu traso dimanfaatkan sebagai campuran penghias dari semen putih, yang dibentuk menjadi berbagai macam kerajinan rumah tangga, seperti pot bunga besar, bahan lantai dan dinding,makam atau kijingan, bak mandi kotak, asbak , batu nisan dan lain-lain. Perkembangan awal kerajinan traso ini tercatat beberapa nama sesepuh antaralain : Mbah Sakijo Karsoen, Mbah Liyanto,Mbah Soekarno ( Ini kakek Saya ...) Mbah Soekarni..Mbah Wagiran Jombor....dan sebut saja ini sebagai generasi pertama...dari perintis usaha kerajinan marmer di Tulungagung, khususnya desa Gamping dan sekitarnya...Selain dari kerajinan traso ini, juga berkembang dengan pesat adalah pengolahan batu Gamping...pernah dengan " Batu Gamping Campurdarat?" ini adalah semacam bahan bangunan pada waktu itu sebagai pengganti semen saat ini,yakni sebagai adonan perekat batu-batu pondasi bangunan sekitar tahun 1970-1990an...sekarang tinggal sedikit sekali masyarakat yang ,mempergunakan bahan bangunan " batu Gamping " ini.Sedangkan pada tingkat pengolahan marmer kala itu masih sangat sederhana dan mempergunakan tegnology manual saja...yakni dengan tatah baja hitam dan palu saja...jadi untuk membuat sebuah asbak diameter 20 CM saja misalnya ...memerlukan waktu kurang lebih 2-3 hari..sangat melelahkan memang...tapi para perintis kerajinan ini secara gigih dan pantang menyerah menurunkan ketrampilan mereka kepada anak-anak cucu mereka.Kejayaan generasi ini juga ditandai dengan dikenalnya produk kerajinan mereka keseluruh kota-kota besar diIndonesia,sehingga pada zaman pemerintah ORDE BARU beberapa kali memberikan bimbingan-bimbingan dan bantuan teknis pengembangan kerajinan marmer.
    GENERASI KEDUA
    Perkembangan pesat tegnology pengolahan kerajinan marmer ini generasi kedua ini terjadi sekitar tahun 1978-sampai dengan tahun 1985,Tercatat kala itu beberapa nama yang sempat sukses diera ini antaralain munculnya pengrajin marmer "SERBA USAHA" ..."BATU ANTIK,BINTANG ANTIK" ( Ini trah keluarga saya ),BATU PUALAM,JEMBATAN BATOE ..." silih berganti usaha ini jatuh bangun seiring perputaran roda nasib Perusahaan masing masing....kemudian generasi ini diteruskan oleh beberapa nama perusahaan . Pada generasi ini ditandai dengan mulai dikenalkan oleh pemerintah kala itu,yakni tegnology bubut batu, dan gergaji batu besar.Para pengrajin saat sudah mulai pandai berinovasi dengan kerajinan mereka, yakni dengan membuat berbagai kerajinan yang berbentuk. vas bunga kecil,asbak bubut,kinangan,poci teh, dan jenis-jenis meja marmer bubutan ,pada waktu itu maksimal diameternya hanya 50- 60 CM saja.Muncul pula pada generasi ini nama-nama lainyang tak kalah hebatnya dalam berbisnis dan membuka peluang pasar..dan pada awal generasi ini telah muncul dan berdatangan buyer-buyer asing untuk kerajinan marmer, dan saat itu usaha kerajinan marmer Tulungagung mulai dikenal pasar Luar negeri.

    1 komentar:

  • Kerajinan Batik Majan

    Kerajinan
    Batik Majan
    Berawal dari sejarah, dulunya Tulungangung dikenal dengan nama Bonoworo. Namun sejak berkembangnya kerajaan Majapahit yang memperluas wilayah kekuasannya. Adipati Kalung yang saat itu menjabat sebagai adipati di wilayah Bonorowo enggan untuk tunduk kepada Majapahit. Hingga akhirnya adipati mampu ditaklukan dan wilayah Bonoworo menjadi milik kerajaan Majapahit. Hingga saat itu, para prajurit dan keluarganya banyak yang tinggal di Bonoworo dan mengenalkan batik sebagai kesenian. Sejak saat itulah, berkembang pula kesenian batik yang hingga kini menjadi salah satu sentra industri di wilayah Tulungagung. Bahkan, beberapa desa di wilayah ini telah menjadi desa wisata batik, seperti Desa Sembung dan Desa Majan.

    1 komentar:

  • Kesenian Reog Tulungagung

    reog-tulungagung
    Reog Tulungagung merupakan gubahan tari rakyat, menggambarkan arak-arakan prajurit Kedhirilaya tatkala mengiringi pengantin “Ratu Kilisuci“ ke Gunung Kelud, untuk menyaksikan dari dekat hasil pekerjaan Jathasura, sudahkah memenuhi persyaratan pasang-girinya atau belum. Dalam gubahan Tari Reog ini barisan prajurit yang berarak diwakili oleh enam orang penari.
    Yang ingin dikisahkan dalam tarian tersebut ialah, betapa sulit perjalanan yang harus mereka tempuh, betapa berat beban perbekalan yang mereka bawa, sampai terbungkuk-bungkuk, terseok-seok, menuruni lembah-lembah yang curam, menaiki gunung-gunung, bagaimana mereka mengelilingi kawah seraya melihat melongok-longok ke dalam, kepanikan mereka, ketika “Sang Puteri“ terjatuh masuk kawah, disusul kemudian dengan pelemparan batu dan tanah yang mengurug kawah tersebut, sehingga Jathasura yang terjun menolong “Sang Puteri“ tewas terkubur dalam kawah, akhirnya kegembiraan oleh kemenangan yang mereka capai.
    Semua adegan itu mereka lakukan melalui simbol-simbol gerak tari yang ekspresif mempesona, yang banyak menggunakan langkah-langkah kaki yang serempak dalam berbagai variasi, gerakan-gerakan lambung badan, pundak, leher dan kepala, disertai mimik yang serius, sedang kedua tangannya sibuk mengerjakan dhogdhog atau tamtam yang mereka gendong dengan mengikatnya dengan sampur yang menyilang melalui pundak kanan. Tangan kiri menahan dhogdhog, tangan kanannya memukul-mukul dhogdhog tersebut membuat irama yang dikehendaki, meningkahi gerak tari dalam tempo kadang-kadang cepat, kadang-kadang lambat. Demikian kaya simbol-simbol yang mereka ungkapkan lewat tari mereka yang penuh dengan ragam variasi, dalam iringan gamelan yang monoton magis, dengan lengkingan selompretnya yang membawakan melodi terus-menerus tanpa putus, benar-benar memukau penonton, seakan-akan berada di bawah hipnose.
    Busana penari adalah busana keprajuritan menurut fantasi mereka dari unit reog yang bersangkutan. Di Tulungagung dan sekitar, bahkan sampai di luar daerah Kabupaten Tulungagung, sekarang sudah banyak bersebaran unit-unit reog sejenis, dan mereka memiliki seleranya masing-masing dalam memilih warna. Unit-unit yang terdiri dari golongan muda usia, biasanya memilih warna yang menyala, merah misalnya.
    Sebuah unit reog dari desa Gendhingan, Kecamatan Kedhungwaru, Kabupaten Tulungagung, beranggotakan orang-orang dewasa, bahkan tua-tua. Mungkin karena kedewasaannya itu mereka sengaja memilih warna hitam sebagai latar dasar busananya, sedang atribut-atributnya berwarna cerah. Busana itu terdiri atas:
    1. Baju hitam berlengan panjang, bagian belakang kowakan untuk keris. Sepanjang lengan baju diberi berseret merah atau kuning, juga di pergelangan.
    2. Celana hitam, sempit, sampai di bawah lutut. Di samping juga diberi berseret merah memanjang dari atas ke bawah.
    3. Kain batik panjang melilit di pinggang, bagian depan menjulai ke bawah. Sebagai ikat pinggang digunakan setagen, kemudian dihias dengan sampur berwarna.
    4. Ikat kepala berwarna hitam juga, diberi iker-iker (pinggiran topi) tetapi berbentuk silinder panjang bergaris tengah 3 cm, dililitkan melingkari kepala. Warnanya merah dan putih.
    5. Atribut-atribut yang dipakai:
      • kacamata gelap atau terang;
      • sumping di telinga kanan dan kiri;
      • epolet di atas pundak, dengan diberi hiasan rumbai-rumbai dari benang perak;
      • sampur untuk selendang guna menggendong dhogdhog;
      • kaos kaki panjang.
    Busana yang dikenakan oleh unit reog dari golongan muda usia, tidak jauh berbeda, hanya warna mereka pilih yang menyala, disamping hiasan-hiasan lain yang dianggap perlu untuk “memperindah“ penampilan, misalnya rumbai-rumbai yang dipasang melingkar pada iker-iker. Dalam pada itu pada kaki kiri dipasang gongseng, yaitu gelang kaki yang bergiring-giring. Tentang gamelan yang mengiringi dapat dituturkan sebagai berikut. Keenam instrumen dhogdhog, sebangsa kendhang atau ketipung, tetapi kulitnya hanya sebelah, yang ditabuh oleh penarinya sendiri, terbagi menurut fungsinya: dhogdhog kerep, dhogdhog arang, timbang-timbangan atau imbalan, keplak, trentheng dan sebuah lagi dipukul dengan tongkat kecil disebut trunthong. Di luar formasi ini ditambah dengan tiga orang pemain tambahan sebagai pemukul kenong, pemukul kempul, dan peniup selompret. Kenong dan kempul secara bergantian menciptakan kejelasan ritma, dan selompret membuat melodi lagu-lagu yang memperjelas pergantian-pergantian ragam gerak.
    Berbeda dengan Reog Tulunggung yang ada di desa Gendhingan, pada reog sejenis di desa Ngulanwentah, Kabupaten Trenggalek, si penabuh kenong tidak mengambil tempat kumpul bersama kedua rekannya penabuh, melainkan ikut di arena, walaupun tidak menari, hanya mondar-mandir, atau berjalan keliling, atau menyelinap di antara keenam penrinya, sembari memukul kenong yang diayunkan ke depan dan ke belakang. Ia pun mengenakan busana serupa dengan busana penari, hanya dengan warna lain, dan tanpa iker-iker pada ikat kepalanya.
    Lagu-lagu pengiringnya dipilih yang populer di kalangan rakyat, misalnya Gandariya, Angleng, Loro-loro, Pring-Padhapring, Ijo-ijo, dan lain-lain. Terdapat kecenderungan pada reog angkatan tua, (khususnya yang ada di desa Gendhingan), untuk menggunakan irama lambat dan penuh perasaan, yang oleh angkatan mudanya agaknya kurang disukai. Mereka, angkatan muda ini, lebih senang menggunakan irama yang “hot”, sesuai dengan gejolak jiwanya yang “dinamik”. Dalam hal ini AM Munardi menuliskan tanggapannya sebagai berikut:
    Legendanya tarian itu mengiring temanten. Memang peristiwa ritual kita pada masa lampau tidak terlepas dari existensi tari. Sampai sekarang Reog Kendhang (= Reog Tulungagung, S.Tm.) juga sering ditampilkan orang dalam kerangka pesta perkawinan atau khitanan.
    Dalam perkembangan akhir-akhir ini kemudian dipertunjukkan dalam pawai-pawai besar untuk memeriahkan hari-hari besar nasional. Untuk kepentingan yang akhir inilah kemudian orang membuat penampilan tari Reog Kendhang identik dengan “drum-band”. Maka gerak-gerik yang semula dirasa refined dan halus, cenderung dibuat lebih keras dan cepat. Derap-derap genderang ditirukan dengan pukulan-pukulan dhogdhog. Terompet bambu-kayu semacam sroten itu pun ditiup dengan lagu-lagu baru. Akibatnya musik diatonis itu pun dipaksakan dalam nada-nada pelog pentatonis.
    Dalam timbre yang tak mungkin berkualitas sebuah drum-band modern, maka cara seperti itu menjadi berkesan dangkal. Pada suatu kesempatan menonton pertunjukan Reog Kendhang di Desa Gendhingan, Kecamatan Kedhungwaru, Tulungagung, maka terasa benarlah bahwa proses penampilan Reog Kendhang yang pada umumnya dipopulerkan oleh para remaja itu cenderung menuju pendangkalan.
    Penampilan oleh para penari golongan tua di desa tersebut terasa benar bobotnya. Geraknya yang serba tidak tergesa-gesa lebih memperjelas pola tari yang sesungguhnya cukup refined. Kekayaan pola lantainya terasa benar menyatu dengan lingkungan.
    Memperbandingkan Reog Kendhang di Gendhingan ini dengan Reog Kendhang para remaja pada umumnya menjadi semakin jelas adanya keinginan untuk tampilnya garapan-garapan baru, tetapi tidak dimulai dengan pendasaran yang kokoh. Ya, kadang-kadang orang terlalu cepat mengidentikkan arti “dinamika” dengan gerak yang serba keras dan cepat.
    Seperti halnya dengan rekannya Reog Dhadhakmerak di Ponorogo, maka sebagai tontonan rakyat, Reog Tulungagung (Reog Kendhang) pun tidak akan kehilangan peranannya sebagai penghibur atau pemeriah suasana di mana saja warga desa mempunyai hajat. Perkawinan, khitanan, kelahiran, tingkeban, bersih desa, musim panen, dan lain sebagainya. Mungkin sekarang tidak selaris dulu, sebelum musik pop berirama dangdut merajai pasaran dimana-mana Namun, pada hajat-hajat yang masih ada hubungannya dengan kepercayaan yang bersifat sakral atau yang masih mempunyai sifat-sifat tradisional, kesenian reog masih diperlukan.
    Dalam perarakan pengantin misalnya, maka fungsi Reog Kendhang tidak saja sebagai pengiring yang memeriahkan suasana atau sekedar manghibur semata-mata, melainkan bahkan pun sebagai penjaga keselamatan mempelai laki-laki yang diarak. Mungkin ini sisa-sisa kepercayaan legendarik, bahwa reog dulunya merupakan sepasukan prajurit Kedhirilaya yang bertugas menjaga keselamatan sang pengantin “Ratu Kilisuci”. Kepercayaan itu menjadi naluri yang masih terus dipelihara, walaupun tinggal sepercik upacara simbolik belaka, atau hanya tiru-tiru. Tetapi yang jelas, apakah itu upacara atau pun tiru-tiru, tiap-tiap hajat selalu mengharapkan keselamatan, dalam hal ini terutama keselamatan perkawinan kedua mempelai tentunya. Jadi Reog berfungsi sebagai penolak bala, begitulah kira-kira.

    1 komentar:

  • Jamasan Tombak Kyai Upas

    jamasan-tombak-kyai-upas
    Tombak Kyai Upas adalah pusaka Kabupaten Tulungagung. Sebagaimana ditulis dalam buku Sejarah Babad Tulungagung, menurut latar belakang budayanya atau cerita rakyat dari versi keluarga Raden Mas Pringgo Kusumo Bupati Tulungagung yang ke X. Konon, pada akhir pemerintahan Mojopahit banyak keluarga Raja yang membuang gelarnya sebagai bangsawan, dan melarikan diri ke Bali, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
    Salah seorang kerabat Raja bernama Wonoboyo melarikan diri ke Jawa Tengah dan babat hutan disekitar wilayah Mataram dekat Rawa Pening-Ambarawa. Setelah membabat hutan Wonoboyo bergelar Ki Wonoboya. Selanjutnya hutan yang dibabad itu dikemudian hari menjadi suatu pedukuhan yang sangat ramai. Dan sesuai dengan nama putranya, oleh Ki Wonoboyo dukuh itu dinamakan Dukuh Mangir.
    Pada suatu hari, Ki Wonoboyo mengadakan selamatan bersih desa. Banyak para muda-mudi yang datang membantu. Namun ada salah satu diantara pemudi yang lupa tidak membawa pisau, dan terpaksa meminjam kepada Ki Wonoboyo. Ki Wonoboyo tidak keberatan, gadis itu dipinjami sebuah pisau namun ada pantangannya, yakni jangan sekali-kali pisau itu ditaruh dipangkuannya. Tetapi gadis itu lupa. Pada saat ia sedang beristirahat, pisau itu ditaruh dipangkuannya. Namun tiba-tiba pisau itu lenyap. Dengan hilangnya pisau tersebut sang gadis itu hamil. Ia menangis, dan menceritakan persoalannya kepada Ki Wonoboyo. Alangkah prihatinnya Ki Wonoboyo. Yang selanjutnya beliau bertapa dipuncak Gunung Merapi.
    Ketika telah datang saatnya melahirkan, betapa lebih terkejutnya sang ibu, karena bukannya jabang bayi yang dilahirkan-melainkan seekor ular naga. Namun bagaimanapun keadaannya ia tetap anak bagi seorang ibu. Dan ular Naga itu diberi nama Baru Klinting, yang berikutnya dibesarkan di Rawa Pening. Baru Klinting punya jiwa dan bahkan bisa berbicara seperti layaknya manusia. Setelah dewasa, kepada ibunya ia bertanya tentang siapa dan dimana ayahnya. Dijawablah oleh sang ibu, jika ayahnya adalah Ki Wonoboyo dan saat ini sedang melakukan tapa di puncak Gunung Merapi.
    Atas ijin ibu, berangkatlah Sang Naga mencari ayahnya. Namun setelah sampai ketempat tujuan, alangkah kecewanya Baru Klinting. Karena bukannya pengakuan Ki Wonoboyo sebagai ayah, tetapi sebuah cacian “Tak mungkin Wonoboyo mempunyai anak seekor ular“. Baru Klinting tetap bersikukuh, maka Ki Wonoboyo mengajukan sebuah tuntutan: lingkarilah puncak merapi.
    Karena untuk mendapatkan pengakuan diri sebagai anak Ki Wonoboyo, diturutinyalah permintaan ayahnya. Ketika kurang sedikit, Baru Klinting menjulurkan lidah untuk menyambung antara kepala dan ujung ekornya, tiba-tiba Ki Wonoboyo memotong lidah itu. Berubahlah lidah ular raksasa itu menjadi sebilah mata tombak. Yang akhirnya Baru Klinting melarikan diri dan dikejar oleh Wonoboyo. Baru Klinting, selanjutnya menceburkan diri ke laut selatan dan berubah wujud menjadi sebatang kayu. Diambilnya kayu itu oleh Wonoboyo dan dipergunakan sebagai “landean“ atau batang tombak, dan tombak itu diberinya nama Kyai Upas.
    Sepeninggalan Ki Wonoboyo akhirnya tombak itu dimiliki oleh putranya yang bernama Mangir. Dan dengan tombak pusaka Kyai Upas, Mangir bergelar nama “Ki Ajar Mangir“. Kini Mangir menjadi sakti. Desanya menjadi ramai, dan memutuskan untuk tidak mau tunduk dengan Mataram. Memisahkan diri, tidak mau terikat oleh kekuasaan Raja. Dengan sikap Mangir yang seperti itu, pihak Keraton cemas. Tak mungkin Mangir ditundukkan dengan cara kekerasan. Mangir sakti karena pusakanya. Akhirnya, terambil kesimpulan oleh Raja Mataram utuk mengirim telik sandi yang berpura-pura “mbarang jantur“ menyelidiki kelemahan Ki Ajar Mangir.
    Putra-putri Raja dikorbankan untuk menjadi “Waranggono“ dan masuk ke Dukuh Mangir. Tak sia-sia, Ki Ajar Mangir kena jebak. Setelah putra mendiang Ki Wonoboyo itu mengetahui orang yang mbarang jantur, dengan waranggononya yang canik-cantik dirinya terpikat dan berujung pada niatnya untuk memperistri. Terjadilah perkawinan antara Ki Ajar Mangir dengan Putri Raja.
    Lama ia berumah tangga, hingga pada suatu hari Sang Putri mengatakan pada suaminya, jika sebenarnya dirinya adalah Putri Raja. Kata Putri, meskipun Raja Mataram adalah musuh dari pada Ki Ajar Mangir, tetapi mengingat bahwa ia sekarang sudah menjadi menantunya, apakah tidak sebaiknya jika putra menantu mau menghadap untuk menghaturkan sembah bekti. Jika Ki Ajar Mangir memang dianggap bersalah, maka sang Putri bersedia memintakan maaf. Karena didesak oleh sang istri, akhirnya dengan tombak Kyai Upas juga berangkatlah mereka ke Keraton untuk sungkem pada orang tua.
    Namun karena tujuan pokok kedatangannya ke Mataram untuk menghaturkan sembah bekti menantu kepada orang tua, maka para penjaga pintu gerbang-melarang Kyai Upas dibawa masuk ke Keraton.
    Ketika Ki Ajar Mangir sedang menghaturkan sungkem, kepalanya dipegang oleh mertuanya dan dibenturkan pada tempat duduk yang terbuat dari batu Pualam, sehingga Ki Ajar Mangir tewas seketika itu juga. Selanjutnya Mangir dimakamkan dalam posisi badan-separo didalam tembok dan separo diluar tembok Keraton. Dan itu menandakan, meskipun musuh-tetapi Ki Ajar Mangir juga anak menantu.
    Sepeninggalan mendiang Ki Ajar Mangir itu, Mataram terserang pagebluk dan itu sebabkan oleh Tombak Kyai Upas. Adapun berikutnya, yang kuat berketempatan tombak Pusaka itu adalah keturunan Raja Mataram yang mejadi Bupati di Kabupaten Ngrowo (Tulungagung).
    Menurut cerita kursi yang terbuat dari batu Pualam yang dipakai untuk membenturkan kepala Mangir sampai sekarang masih ada, ialah di Kota Gede dan dinamakan “Watu Gateng“.

    2 komentar

  • Tayub (Lelangen Beksa)

    tayub
    Anggapan Tayub sebagai tarian mesum merupakan penilaian yang keliru. Sebab, tidak seluruh Tayub identik dengan hal-hal yang negatif. Dalam Tayub, ada kandungan nilai-nilai positif yang adiluhung. Selain itu, Tayub juga menjadi simbol yang kaya makna tentang pemahaman kehidupan dan punya bobot filosofis tentang jati diri manusia.
    Kesan Tayub sebagai tarian mesum muncul pada abad 19. Pada 1817, GG Rafles dari Inggris, dalam bukunya berjudul ''History of Java'', menulis Tayub sebagai tarian ronggeng mirip pelacuran terselubung. Kesan sama juga dituliskan oleh peneliti asal Belanda, G Geertz dalam bukunya ''The Religion of Java''.
    Tapi, menurut koreografer Tayub Wonogiren, S Poedjosiswoyo BA, orang Jawa akan protes bila kesan Rafles dan Gertz itu diterima secara utuh. Sebab, kata dia, kesan mesum yang diberikan pada Tayub hakikatnya terbatas pada pandangan sepintas yang baru melihat kulitnya saja, tanpa mau mengenali isi maupun kandungan nilai filosofisnya.
    Dalam buku ''Bauwarna Adat Tata Cara Jawa'' karangan Drs R Harmanto Bratasiswara disebutkan, Tayuban adalah tari yang dilakukan oleh wanita dan pria berpasang-pasangan. Keberadaan Tayub berpangkal pada cerita kadewatan (para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi mataya (menari berjajar-jajar) dengan gerak yang guyub (serasi).
    Menurut Poedjosiswoyo, berdasarkan sejarahnya, Tayub lahir sebagai tarian rakyat pada abad Ke XI. Waktu itu, Raja Kediri berkenan mengangkatnya ke dalam puri keraton dan membakukannya sebagai tari penyambutan tamu keraton. Betapa Tayub memiliki kandungan nilai adiluhung, kiranya dapat disimak dari tulisan dalam buku ''Gending dan Tembang'' yang diterbitkan Yayasan Paku Buwono X.
    Dalam buku itu disebutkan, Tayub telah dipakai untuk penobatan Prabu Suryowiseso sebagai Raja Jenggala, Jawa Timur, pada abad XII. Keraton Jenggala kemudian kemudian membakukan Tayub sebagai tari adat kerajaan, yang mewajibkan permaisuri raja menari ngigel (goyang) di pringgitan untuk menjemput kedatangan raja.
    Nilai Agamis
    Tayub juga diyakini memiliki kandungan nilai agamis. Hal itu terjadi pada abad XV, ketika Tayub digunakan sebagai media syiar agama Islam di pesisir utara Jawa oleh tokoh agama Abdul Guyer Bilahi, yang selalu mengawali pagelaran ayub dengan dzikir untuk mengagungkan asma Allah.
    Budaya kejawen penganut paham tasawuf menilai Tayub kaya kandungan filosofis akan gambaran jati diri manusia lengkap dengan anasir keempat nafsunya. Dalam tarian itu selalu ada penari pria yang menjadi tokoh sentral, sebagai visualisasi keberadaan Mulhimah. Kemudian dilengkapi dengan empat penari pria pendamping, yang disebut sebagai pelarih, sebagai penggambaran anasir empat nafsu manusia, terdiri atas aluamah (hitam), amarah (merah), sufiah (kuning) dan mutmainah (putih).
    Selain itu, pemeran penari tledhek wanita sebagai penggambaran dari cita-cita keselarasan hidup yang diidamkan manusia. ''Yang inti kesimpulannya, untuk meraih cita-cita, harus terlebih dahulu mampu mengendalikan anasir empat nafsu. Yang ini identik dengan pakem wayang lakon Harjuno Wiwoho-Dewi Suprobo,'' kata Poedjosiswoyo.
    Di Tulungagung, Tayub juga dikenal sebagai Lelangen Beksa. Kesenian ini berpotensi sebagai sarana pergaulan yang merakyat dan aktual. Hampir di setiap bulan "baik", Lelangen Beksa digelar untuk acara hajatan di daerah pinggiran Tulungagung.

    1 komentar:

  • Pendaki Gunung Tulungagung [ PGT ]

    Pendaki Gunung Tulungagung
    Pendaki Gunung Tulungagung
    Wadah untuk berkumpulnya orang-orang yang menyukai kegiatan outdoor atau di lingkungan luar yang berhubungan langsung dengan alam bebas. Seperti camping, panjat dinding, mendaki gunung, wisata pantai dan air terjun juga reboisasi di beberapa kesempatan.
    Organisasi atau komunitas pecinta alam memang sudah lama ada di Indonesia, namun untuk PGT [ Pendaki Gunung Tulungagung ] sendiri baru terbentuk dan terlahir di tahun 2014. IPG [ Ikatan Pendaki Gunung ] Jawa Timur adalah inspirasi atas terbentuknya PGT. Peresmian berdirinya PGT dilaksanakan dan dilakukan oleh para pencetusnya di Gunung Arjuno 3.339 Mdpl pada tanggal 20/04 – 2014.
    Sampai saat ini PGT sudah memiliki banyak anggota dan partisipan di dunia nyata maupun di dunia maya. Di dunia maya atau internet di jejaring sosial Facebook untuk yang ingin tahu sekedar nimbrung atau yang berminat untuk bergabung dalam komunitas bisa langsung join di grub PGT [ Pendaki Gunung Tulungagung ].
    Di dunia nyata anggota-anggota PGT yang ikut berbagai kegiatan outdoor juga ada dari berbagai kalangan baik anak-anak, remaja dan orang tua, laki-laki perempuan. Semua boleh dan pintu selalu terbuka untuk mereka yang berminat bergabung.
    Diawal terlahirnya PGT [ Pendaki Gunung Tulungagung ] sudah merilis dua video pendakian yang pertama Pendakian Gunung Arjuno – PGT dan Summit Mahameru – PGT yang bisa dilihat di situs YouTube. Dalam setiap pendakian PGT akan mendokumentasikan perjalanan baik dengan foto maupun video. Untuk memotivasi dan mengedukasi masyarakat, anak-anak muda Tulungagung khususnya agar  memiliki pengetahuan akan secuil keindahan negerinya juga memberikan kegiatan yang positif untuk bisa mencintai, menghargai dan menjaga keindahan negerinya.

    1 komentar:

  • Sate Kambing Pak Nyoto




    • Nama: Sate Kambing Pak Nyoto
    • Alamat: JL. WR. Supratman (Depan Bharata), Tulungagung, East Java

    Sate kambing daerah Tulungagung cukup banyak, namun menurut saya, 
    sate kambing Pak Nyoto adalah yang paling enak. Memang, tempatnya agak kecil, sehingga terkadang harus menunggu pembeli lainnya selesai makan baru bisa dapat tempat duduk. Selain sate kambing, gulai kambingnya bumbu kuningnya sangat nikmat pas untuk pasangan sate kambing dengan bumbu kecapnya.
    Mampir ya kalau ke Tulungagung, tempatnya di depan Bharata cafe atau klentheng Tulungagung.

    1 komentar:

  • 1 komentar:

  • Upacara Adat Temanten Kucing







    Ritual “Temanten Kucing” yang digelar warga Desa Pelem, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, tak bisa dilepaskan dari tradisi nenek moyang mereka. Tradisi itu merupakan bagian dari upaya warga untuk memohon turunnya hujan manakala terjadi musim kemarau panjang. Sayangnya, perhelatan ritual “Temanten Kucing” kini tak sesakral ritual serupa yang dilangsungkan pada tahun-tahun sebelumnya. Perhelatan ritual “Temanten Kucing” saat ini cenderung semakin instan. Banyak tradisi-tradisi unik yang merupakan bagian dari prosesi “Temanten Kucing” yang kini justru dihilangkan. Tiga tahun lalu, suasana sakral masih mewarnai prosesi “Temanten Kucing”. Saat itu, prosesi ritual ini masih menampilkan sejumlah keunikan. Misalnya, ketika pasangan manten kucing dipertemukan menjadi pengantin di pelaminan, beberapa wanita tua ikut tampil melantunkan tembang dolanan khas Jawa. 

    "Uyek-uyek ranti, ono bebek pinggir kali, nuthuli pari sak uli, Tithit thuiiit… kembang opo? Kembang-kembang menur, ditandur neng pinggir sumur, yen awan manjing sak dulur, yen bengi dadi sak kasur,” Begitu syair tembang dolanan berbahasa Jawa yang tiga tahun lalu masih dilantunkan wanita-wanita tua dalam ritual “Temanten Kucing”.Tembang dolanan itu dilantunkan seraya memegangi dua tangan pasangan pengantin kucing. Usai melantunkan tembang dolanan, mereka melempar-lemparkan buah pisang ke arah ribuan warga. Karuan saja, warga yang berjubel menyaksikan jalannya ritual “Temanten Kucing’ saling berebut buah pisang yang diyakini bisa memberikan berkah. 

    Prosesi mempertemukan pasangan “Temanten Kucing” cukup dihelat dengan pembacaan doa yang diikuti sejumlah sesepuh desa. Begitu doa-doa selesai, maka tuntas sudah perhelatan pengantin kucing. Sehingga timbul kesan, ritual “Temanten Kucing” cenderung simple dan instan. Ambengan (sesajian) yang disuguhkan di pelaminan kucing lanang (kucing jantan) dan kucing wadon (kucing betina) juga tak sesemarak ritual serupa sebelumnya. Biasanya, warga menyediakan ambengan lengkap dalam jumlah banyak. Namun, kali ini terlihat hanya ada sebuah ambengan yang ditaruh di dekat kursi pelaminan pengantin kucing. 

    Toh demikian, ritual “Temanten Kucing” tetap saja berlangsung marak. Maklum, ritual ini memang diyakini warga setempat sebagai wahana untuk memohon turunnya hujan. ‘’Awalnya, tradisi “temanten Kucing” memang menjadi sarana nenek moyang untuk memohon turunnya hujan,”

    1 komentar:

  • Jepun Resto Tulungagung


    Adalah resto baru di Tulungagung. Resto yang terletak di jalan Mayor Sujadi 97, dari per-empatan jepun ke timur, sekitar depan pom bensin jepun, selatan jalan

    Silahkan dicoba dan rasakan sendiri..

    Aneka Minuman


    Gurami Rica Pedas
    Photo: Rasakan pedasnya Gurami Rica Pedas ala JVR, ONLY IDR 45k

    Sapi Lada Hitam
    Photo: Sapi Lada Hitam ONLY IDR 20k. Taste the Different!

    Tampak suasana di Jepun Resto

    1 komentar:

  • Warung AG-One Tulungagung

    salah satu menu di AG ONE
    Maaf kalau ada salah penulisan atau dalam penyebutan namun kalau kita mendengar nama warung Ag One maka pikiran kita akan langsung tertuju pada sebuah warung makan yang bertema pedesaan namun sajian yang diberikan begitu lengkap dan berkelas.
     Warung AG ONE ini terletak di alan MT Haryono no. 77B kabupaten Tulungagung.
    Sangat dekat dengan kota dan mudah dijangkau.
    Bagi anda yang suka hunting makanan khas dan tradisional mungkin AG One adalah salah satu tempat terbaik dengan tempat yang ditata begitu nyaman , baik bagi kalangan muda ataupun keluarga.
    Harga yang diberikan pun tidak terlalu mahal sehingga masih cukuplah bagi kantong rata - rata.
    Yang mungkin paling menjadi perhatian di waroeng AG One ini adalah tema yang diambil.
    Mengambil sebuah tema pedesaan sehingga disebut warung kampung maka akan membuat kita seperti makan di daerah pedesaan yang sejuk dengan kolam dan air serta suasana yang nyaman karena tempat makan disini di dominasi oleh bambu.
    Soal makanan yang disajikan , tentu saja chef handal dari pihak AG ONE telah memberikan yang terbaik sehingga memberikan mahakarya yang indah dan menarik serta lezat tentunya.

    Apa saja yang menjadi andalan dari waroeng Kampoeng AG ONE ini ,
    beberapa yang paling terkenal adalah ayam panggang dan gurami nya yang diolah begitu sempurna dan minuman yang variatif membuat kita dipastikan bingung memilihnya ( Selama kantong cukup lho )

    Selain itu jika kita ingin memesan AG ONE dalam acara hajatan pun juga bisa dan tentu saja akan mendapat pelayanan yang sama dan mungkin harga bisa miring sedikit.
    Karena itu sebagai warga tulungagung , jangan sampai melewatkan untuk mampir ke  AG ONE ini dan mencoba dashyatnya berkuliner ria di waroeng kampoeng ini.
     Semoga sedikit informasi ini dapat membantu anda dalam mencari tujuan wisata kuliner anda, terutama pendatang dan wisatawan yang datang berkunjung ke Tulungagung.

    2 komentar

  • Pantai Sine Tulungagung


    view of Sinei Beach
    Pantai Sine Tulungagung - Bicara mengenai wisata Pantai di tulungagung memang tidak akan ada habisnya.
    Tulungagung memiliki lebih dari 15 pantai yang tersebar di sepanjang pantai selatan wilayah Tulungagung.
    Dalam kesempatan kali ini ,kita akan membahas salah satu pantai yang saat ini tidak asing lagi di telinga warga Tulungagung dan sekitarnya Yaitu Pantai Sine.
    bahkan pamor pantai Sine semakin membahana tidak seperti pantai popoh yang semakin di tinggalkan para penikmat wisata Alam pantai.
    Bisa jadi Pantai Sine adalah Balinya Tulungagung. 

    Pantai Sine terletak di desa Kalibatur, kecamatan Kalidawir, 35 Km arah selatan kota Tulungagung. Pantai Sine ini merupakan pantai bebas dengan ombak yang cukup besar selain itu Pantai Sine ini merupakan pantai alam berbentuk teluk di pesisir selatan Kabupaten Tulungagung.
    Pantai ini menampilkan pemandangan yang begitu Indah dan fantastis serta mengagumkan .
    Bahkan andai saja dikelola lebih baik lagi ,pamor pantai Sine akan bisa seperti pantai pasir putih Prigi di Trenggalek.
    keindahan pantai sine
     Disamping keindahan alam nya ,pantai ini juga menyajikan pesona mistis di dalamnya terutama yang berhubungan dengan pantai Selatan.
    Selain menyajikan keindahan alami Pantai Sine ini juga menyajikan keragaman budaya lokal masyarakat sekitar, seperti kesenian wayang kulit yang dipertunjukkan setiap tanggal satu suro.
     Ditambah lagi, prosesi  larung sesaji yang dipercaya untuk mengusir semua hal-hal buruk atau pun acara mencuci atau memandikan senjata kuno seperti keris dan tombak dari para sesepuh masyarakat. 
     Walaupun begitu Keindahan pantai sine sangat memanjakan mata setiap pengunjungnya .
    Akses jalan pun kini semakin dipermudah walau mungkin masih agak sulit medannya namun ini sebuah tantangan tersendiri,sehingga banyak orang yang memilih alternatif wisata alam ke pantai sine sebagai tujuan utama.
    Dari pantai Sine ini kita dapat menikmati banyak wisata pantai lainnya di Tulungagung karena letaknya yang sangat berdekatan.
    karena itu ,sangat tepat sekali jika Pantai Sine menjadi alternatif yang pantas untuk para pembaca yang suka dengan wisata alam berupa Pantai ,terutama warga Tulungagung dan sekitarnya.
    Keindahan pantai dan masyarakat nya yang ramah terhadap pengunjung dapat menjadikan daya tarik tersendiri untuk datang kesana.
    Pantai Sine diharapkan menjadi ikon wisata pantai Baru di tulungagung menggantikan pantai Popoh yang semakin tenggelam pamor nya.

    1 komentar:

  • Wisata Monyet di Ngujang


    Di Tulungagung memiliki banyak sekali pemakaman yang menarik untuk di kunjungi.
    Salah satu diantaranya adalah pemakaman Ngujang yang terletak di desa ngujang - kedungwaru - Tulungagung.
    Pemakaman Ngujang ini sangat mudah didatangi dan posisinya sangat mudah dijangkau karena terletak di tepi jalan raya provinsi,dari arah utara anda akan melewati sebuah jenbatan yang menghubungkan wilayah ngantru dengan ngujang yang terpisahkan oleh sungai brantas.
    Dari jembatan ini,tepat di kanan jalan dari utara tempat pemakaman ngujang berada.
    Selain posisinya yang mudah,kompleks pemakaman ini juga dapat kita kenali dengan adanya kompleks pemakaman tionghua di depannya.
    lantas apa yang menjadikan kompleks pemakaman ngujang ini menjadi sangat terkenal di kalangan masyarakat ?
    Ciri khas dari pemakaman ngujang ini adalah adanya beberapa monyet yang jumlah nya nggak sedikit sobat.
    Kita bisa menikmati banyak hal bukan hanya melihat makam makam yang berjejer rapi tapi juga kenampakan alam yang sangat indah dengan suara dan tingkah monyet yang bergelantungan.
    Di sini juga kita dapat menikmati 3 wisata sekaligus,yaitu alam,religi,dan mitologi.
    Makam ngujang ngujang memang sangat erat hubungannya dengan mitos yang lekat dengan mitos keberadaan kera kera didalmnya.
    Konon monyet disini merupakan jelmaan manusia yang melakukan pesugihan di pemakaman ngujang ini.
    seperti hal nya tempat yang dianggap keramat dimanapun, kompleks makam ngujang ini juga menjadi incaran para pencari pesugihan dari berbagai kota.
    Padahal hal itu tentu merupakan sebuah tindakan musrik yang sangat dilarang agama.
    Namun sepertinya pesona makam ngujang memang masih sangat kuat dan sejak lama telah menjadi tujuan banyak orang yang iseng mengadu nasib disini.
    Banyak nya pohon yang ukurannya besar dan tinggi serta keberadaan kera dan makam yang dikeramatkan begitu juga sumur tua yang konon menjadi media pesugihan menjadikan kompleks pemakaman ini sangat dinikmati bagi para supranaturalis dan pencari kekayaan instan yang sesat.
    Padahal jika kita lihat,apa yang mereka lakukan itu merupakan sebuah tindakan menyekutukan Tuhan YME dengan bangsa jin yang jelas neraka adalah tempat berakhirnya.
    Hal ini pulalah yang membuat rumor di banyak kalangan masyarakat kalau monyet disini adalah manifestasi dari pencari pesugihan yang disini.
    Konon jumlah monyet disini selalu tetap dan tidak berubah sepanjang waktu.
    Ada mitos yang beredar, jika kita tidak sengaja menabrak monyet disini hingga mati maka hal yang kita lakukan adalah sama seperti yang kita lakukan pada manusia,seperti selamatan dan lain nya.
    Ada hal unik lain,seperti jika kita melihat sesama monyet bertarung dan salah satu nya mati,maka kita akan mendapat musibah nantinya sama seperti jika menabrak lari monyet disini.
    percaya tak percaya, itu semua merupakan mitos di kompleks makam ngujang ini.
    Namun dengan tanpa mengesampingkan mitos yang kental ini,kompleks makam ngujang ini sudah cukup dengan keindahan yang ada,apalagi didepan makam sekarang ini ditanami bunga bunga yang semakin membuat indah area ini.

    Kompleks makam ngujang ini menjadikan destinasi transit yang cocok bagi sobat yang akan masuk ke kawasan Tulungagung dengan berfoto dan menikmati keindahan didalamnya.

    2 komentar

  • Copyright © 2013 - MieKuah - All Right Reserved

    TULUNGAGUNG Online Nda.. Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan